Monday, February 8, 2010

Review: Heart Block



Judul : Heart Block
Penulis : Oktarina rasetyowati
ISBN : 979-979-780-385-8
Tebal : 314, HVS, SC
Penerbit : Gagas Media

Dari dulu gw selalu berkeinginan memiliki profesi yang berkaitan dengan seni. Penulis. Pelukis. Desainer. Fotografer. Atau apalah yang tampaknya keren bagi gw.

Kayanya cool banget ngebayangin gw dengan rambut yang digelung seadanya, mengenakan oversized shirt, celana pendek, ketak-ketik di depan lap top sembari menyeruput kopi hitam plus rokok filter menthol terselip di tangan. Atau gw yang keliling-keliling kota tua sembari menenteng Nikon DSLR EOS 50D. Iiih … pasti keren banget. Kayanya udah tampak keren, hidup pun bahagia sejahtera karena kita bisa mendapatkan penghhidupan dengan melakukan apa yang kita suka. Tapi, ternyata … ga selamanya bayangan gw itu bener, dan gambaran ini gw dapet dari Senja Hadiningrat, tokoh utama yang digambarkan sebagai seorang penulis penuh waktu di Heart Block karya Oktarina Prasetyowati.

Buku ini gw pinjem dari temen sekantor gw. Kendati gw da terlalu tua untuk baca chick lit *halah* akhirnya gw tergelitik untuk baca buku kesekian karya Oktarina ini.

Senja merupakan penulis muda (sepertinya berbakat) yang berkat karyanya, Omnibus, memenangkan Festival Penulis Indonesia 2008. Omnibus bisa dibilang karya yang brilian. Semua orang memuji karya pertamanya itu. Namun naas, naskah yang menjadi tugas akhir di Sekolah Menulis Kreatif sebagai salah satu hadiah yang dimenangkannya dalam Festival Penulis Indonesia dinilai jauuuuh dari Omnibus, sehingga dia harus gigit jari ketika naskahnya tersebut tidak terpilih untuk diterbitkan oleh Graha Media, penerbit terbesar yang ada.

Namun yang namanya rejeki kan datangnya ga dari sana aja ya, tau-tau kakaknya, Tasya, membuka kesempatan bagi Senja untuk menulis novel on demand bagi sebuah perusahaan sepatu ShoeAddict yang bekerja sama dengan Fresh! Publishing. Built in product kali ya istilahnya. Apesnya, novel terbarunya ini, Head Over Heels, sangat jauuuuh dari reputasi Senja yang dibangun sebelumnya. Jadilah orang-orang yang sudah baca Omnibus jadi kecewa berat, lantaran ekspektasinya tidak tercapai pada novel bergenre chick lit ini.

Sukses (karena promosi) dengan Head Over Heels, Senja membuat gebrakan baru dengan membuat novel adaptasi dari sebuah film yang berjudul Somebody to Love. Yaaa … kebayangkan akhirnya kesan Senja Hadiningrat dengan karyanya, Omnibus, yang telah memukau banyak orang bergeser menjadi penulis chick lit yang ga’ berisi.
Tuh kan … yang namanya rejeki mah emang ga bakal kemana-mana. Naskah Senja di Sekolah Menulis Kreatif yang gagal diterbitkan oleh Graha Media akhirnya terbayarkan. Dia ditawarkan oleh pihak Graha Media untuk menjadi duta menulis dalam 40 hari. Naaah … tau kan artinya? Artinya dia harus menyelesaikan satu novel HANYA DALAM WAKTU 40 HARI!

Senja dibuat pusing oleh jadwal publikasi yang dibuat oleh sang manajer AKA kakaknya, Tasya. Dia dipaksa menjadi sosok yang baru: yang socialize, yang gemar dijadikan objek publikasi sana-sini dll. dll.
Akhirnya dia tidak lagi menikmati masa-masanya menjadi penulis. Jadwal yang sedemikian padat, date line yang serasa mencekik leher, ditambah lagi review-review tidak berperasaan yang ditemuinya di dunia maya, menjadikannya muak dan akhirnya … dia memutuskan untuk meninggalkan itu semua … dengan berlibur seorang diri di Bali!

Biasanya sih, gw paling sebal kalau pesawat di delay-delay. Pernah satu hari pesawat gw di delay selama 4 jam. Dan akhirnya gw harus berlari-lari mengejar pesawat gw selanjutnya di tempat transit supaya tidak tertinggal (untungnya sih tidak tertinggal, namun mengetahui kami menjadi orang terakhir yang boarding kan situasi yang sangat menyebalkan). Tapi, kalau menunggu pesawat yang di delay bersama cowok ganteng sih … mmm kayanya gw juga ga keberatan hihihi.
Itu yang dialami oleh Senja. Blessing in disguise. Acara tunggu-menunggunya selama dua jam terbayar dengan kehadiran cowok ganteng berambut gimbal yang belakangan diketahui namanya Genta, sang pelukis. Dan Kebetulan, cowok ini juga tujuannya ke Bali. Waaah … gw pikir si Senja ini dapat durian runtuh.

Seperti yang bisa di tebak, akhirnya mas Genta ini menjadi travel companionnya Senja selama di Bali. Selayaknya cerita-cerita drama percintaan lainnya, akhirnya Senja pun jatuh cinta pada Genta. Naaah … tapi kan yang membedakan satu cerita dengan cerita lainnya kan endingnya. Mau tahu ga, si Senja bakal jadian sama mas ganteng ini apa enggak? Well, sebaiknya sih kalian baca langsung … karena ga seru kalau gw kasih tahu semua. Tar gw dituntut sama mbak Oktarina lagi, karena novelnya ga laku lantaran udah pada baca di sini :D.

Gw kasih 3 bintang. Menghibur koks. Meskipun masih ada beberapa typo, tapi secara keseluruhan udah bisa dibilang not bad. Yah, tapi buat kalian para pembaca Paulo Colheo atau Kahlil Gibran sih sebaiknya jangan baca ini … karena angelnya berbeda =).
Yang pasti selepas membaca buku ini gw semakin ingin ke Bali (ketahuan deh gw ga pernah ke Bali … ketahuan ga gaya dan ga gaul ;p). Ke Ubud tepatnya. Gw selalu berkeinginan mengunjungi tempat yang membuat Antonio Blanco tergila-gila dan memutuskan untuk menghabiskan sisa waktunya disana. Dan lagi … gambaran Genta yang menyanyikan Turn Your Light Down Low untuk Senja membuat gw merinding (secara gw suka banget sama Bob Marley dan tanpa sadar selalu bergoyang saat mendengar lagu-lagunya). Romantis banget.

Tapi ya … secara gw termasuk orang yang rada kuno … kok gw masih risih ya sama si Senja yang mau-maunya dicium sama orang yang—nyaris—tak dikenal. Udah gitu ga berapa lama Senja memutuskan untuk tinggal bareng sama Genta, lagi. Emang sih … ga digambarkan terjadi hal2 yang diinginkan … tapi kan, nanti para remaja sekarang menganggap itu halal, lagi. Lah yang namanya cowok, kaya kucing, disodorin ikan asin mah mana pernah nolak (mmm bukan maksud gw untuk bilang kalau cewek itu kaya ikan asin loh ya … cewek itu menurut gw kaya ikan arwana kooks). [Miss F]


Mau tau lebih lanjut mengenai mbak Oktarina si sepatu merah ini? klik: http://blog.sepatumerah.net

0 comments:

Post a Comment